ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
(COMBUSTIO)
Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan
oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan
jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a.Gas
b.Cairan
c.Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Fase Luka Bakar
Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a.Gas
b.Cairan
c.Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1.Proses inflamasi dan infeksi.
2.Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3.Keadaan hipermetabolisme.
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
A. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman
|
Penyebab
|
Penampilan
|
Warna
|
Perasaan
|
Ketebalan
partial superfisial
(tingkat
I)
|
Jilatan api,
sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
|
Kering tidak
ada gelembung.
Oedem minimal
atau tidak ada.
Pucat bila
ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
|
Bertambah
merah.
|
Nyeri
|
Lebih dalam
dari ketebalan partial
(tingkat II)
- Superfisial
- Dalam
|
Kontak dengan
bahan air atau bahan padat.
Jilatan api
kepada pakaian.
Jilatan
langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.
|
Blister besar
dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial
ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
|
Berbintik-bintik
yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
|
Sangat
nyeri
|
Ketebalan
sepenuhnya
(tingkat
III)
|
Kontak dengan
bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan
arus listrik.
|
Kering
disertai kulit mengelupas.
Pembuluh
darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung
jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak
pucat bila ditekan.
|
Putih,
kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
|
Tidak sakit,
sedikit sakit.
Rambut mudah
lepas bila dicabut.
|
B.
Luas luka bakar
Wallace
membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of
nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
C.
Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah – critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B. Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
C. Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah – critical:
a) Tingkat II : 30% atau lebih.
b) Tingkat III : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
B. Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
C. Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Perubahan
|
Tingkatan
hipovolemik
( s/d
48-72 jam pertama)
|
Tingkatan
diuretik
(12 jam –
18/24 jam pertama)
|
||
Mekanisme
|
Dampak
dari
|
Mekanisme
|
Dampak
dari
|
|
Pergeseran
cairan ekstraseluler.
|
Vaskuler
ke insterstitial.
|
Hemokonsentrasi
oedem pada lokasi luka bakar.
|
Interstitial
ke vaskuler.
|
Hemodilusi.
|
Fungsi
renal.
|
Aliran darah
renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
|
Oliguri.
|
Peningkatan
aliran darah renal karena desakan darah meningkat.
|
Diuresis.
|
Kadar
sodium/natrium.
|
Na+
direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan
tertahan dalam cairan oedem.
|
Defisit
sodium.
|
Kehilangan Na+
melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).
|
Defisit
sodium.
|
Kadar
potassium.
|
K+
dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+
berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.
|
Hiperkalemi
|
K+
bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai
4-5 hari setelah luka bakar).
|
Hipokalemi.
|
Kadar
protein.
|
Kehilangan
protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
|
Hipoproteinemia.
|
Kehilangan
protein waktu berlangsung terus katabolisme.
|
Hipoproteinemia.
|
Keseimbangan
nitrogen.
|
Katabolisme
jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari
masukan.
|
Keseimbangan
nitrogen negatif.
|
Katabolisme jaringan,
kehilangan protein, immobilitas.
|
Keseimbangan
nitrogen negatif.
|
Keseimbnagan
asam basa.
|
Metabolisme
anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir,
fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan),
kehilangan bikarbonas serum.
|
Asidosis
metabolik.
|
Kehilangan
sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan
produk akhir metabolisme.
|
Asidosis
metabolik.
|
Respon
stres.
|
Terjadi
karena trauma, peningkatan produksi cortison.
|
Aliran
darah renal berkurang.
|
Terjadi
karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.
|
Stres
karena luka.
|
Eritrosit
|
Terjadi
karena panas, pecah menjadi fragil.
|
Luka bakar
termal.
|
Tidak terjadi
pada hari-hari pertama.
|
Hemokonsentrasi.
|
Lambung.
|
Curling ulcer
(ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.
|
Rangsangan
central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
|
Akut dilatasi
dan paralise usus.
|
Peningkatan
jumlah cortison.
|
Jantung.
|
MDF meningkat
2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang
terbakar.
|
Disfungsi
jantung.
|
Peningkatan
zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap
syok spetic.
|
CO
menurun.
|
Indikasi
Rawat Inap Luka Bakar
A. Luka bakar grade II:
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
A. Luka bakar grade II:
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar grade III.
C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.
Penatalaksanaan
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a) Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
(Albumin
25% = gram x 4 cc) Ã 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang
Rencana
Intervensi
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana
Keperawatan
|
||
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Resiko
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas .
|
Bersihan
jalan nafas tetap efektif.
Kriteria
Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
|
Kaji refleks gangguan/menelan;
perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
Awasi frekuensi, irama, kedalaman
pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon
atau merah muda.
Auskultasi paru, perhatikan stridor,
mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.
Perhatikan adanya pucat atau warna
buah ceri merah pada kulit yang cidera
Tinggikan kepala tempat tidur.
Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi
Dorong batuk/latihan nafas dalam
dan perubahan posisi sering.
Hisapan (bila perlu) pada
perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.
Tingkatkan istirahat suara tetapi
kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.
Selidiki perubahan perilaku/mental
contoh gelisah, agitasi, kacau mental.
Awasi 24 jam keseimbngan cairan,
perhatikan variasi/perubahan.
Lakukan
program kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2
melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri GDA
Kaji ulang seri rontgen
Berikan/bantu fisioterapi
dada/spirometri intensif.
Siapkan/bantu intubasi atau
trakeostomi sesuai indikasi.
|
Dugaan cedera inhalasi
Takipnea, penggunaan otot bantu,
sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema
paru dan kebutuhan intervensi medik.
Obstruksi jalan nafas/distres
pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam
setelah terbakar.
Dugaan adanya hipoksemia atau
karbon monoksida.
Meningkatkan ekspansi paru
optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat
pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan
meningkatkan konstriktur leher.
Meningkatkan ekspansi paru,
memobilisasi dan drainase sekret.
Membantu mempertahankan jalan
nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan
inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.
Peningkatan sekret/penurunan
kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat
mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
Meskipun sering berhubungan dengan
nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.
Perpindahan cairan atau kelebihan
penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera
inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
O2 memperbaiki
hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan
menurunkan viskositas sputum.
Data dasar penting untuk
pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2
kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan penurunan pH
menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan
atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah terbakar
Fisioterapi dada mengalirkan area
dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki
ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan
atelektasis.
Intubasi/dukungan mekanikal
dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi
paru/oksegenasi.
|
Resiko tinggi
kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute
abnormal. Peningkatan kebutuhan :
status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
|
Pasien dapat
mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria
evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum
dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.
|
Awasi tanda
vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
Awasi
pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates
sesuai indikasi.
Perkirakan
drainase luka dan kehilangan yang tampak
Timbang berat
badan setiap hari
Ukur lingkar
ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
Selidiki
perubahan mental
Observasi
distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates
drainase NG dan feces secara periodik.
Lakukan
program kolaborasi meliputi :
Pasang /
pertahankan kateter urine
Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
Berikan
penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
Awasi hasil
pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).
Berikan
obat sesuai idikasi :
- Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)
- Kalium
- Antasida
Pantau:
- Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama
periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
- Warna urine.
- Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam
selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
- Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
- Berat badan setiap hari.
- CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
- Status umum setiap 8 jam.
Pada
penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka
bakar.
Mulai terapi
IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui
kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan
menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan
kateter vena sentral untuk pemantauan CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran
urine <>
Konsultasi
doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.
Tes guaiak
muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.
Berikan
antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin
|
Memberikan
pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.
Penggantian
cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada
orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena
adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
Peningkatan
permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan
cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penggantian
cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya
Memperkirakan luasnya
oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran
urine.
Penyimpangan pada tingkat
kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan
perfusi serebral
Stres
(Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar
berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).
Observasi
ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
Memungkinkan
infus cairan cepat.
Resusitasi cairan
menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
Mengidentifikasi
kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan
elektrolit.
Meningkatkan
pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
Penggantian
lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar
Menurunkan
keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam
hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan
iritasi gaster.
Mengidentifikasi
penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang
ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan
jarinagn tak adekuat.
Inspeksi
adekuat dari luka bakar.
Penggantian
cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan
luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang
status volume cairan intravaskular.
Temuan-temuan
ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar
luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial
menimbukan hipovolemi.
Pasien rentan
pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila
perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen
intravaskuler.
Temuan-temuan
guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan
adaya stres ulkus (Curling’s).
Mencegah
perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang
disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh
lambung.
|
Resiko
kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau
leher.
|
Pasien dapat
mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteroia
evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi
nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
|
Pantau
laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.
Beriakan
suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan
selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai
pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia,
hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan
pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama
tirah baring.
Pertahankan
posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
Untuk luka
bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan
takipnea. Siapkan pasien untuk
pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
|
Mengidentifikasi
kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat
merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
Suplemen
oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi
mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan
secara mandiri.
Pernafasan
dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.
Memudahkan
ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.
Luka bakar
sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi)
memungkinkan ekspansi dada.
|
Resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons
inflamasi
|
Pasien bebas
dari infeksi.
Kriteria
evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
|
Pantau:
- Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di
atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
- Suhu setiap 4 jam.
- Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan
area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen)
sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan
yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline
atau op site.
Lepaskan krim
lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan
beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan
ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu
dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi
donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika
IV sesuai ketentuan.
Tempatkan
pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang
mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort
untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan
masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis
pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat
imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet)
sesuai pesanan.
Mulai rujukan
pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen
nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan
makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak
dapat makan per oral.
|
Mengidentifikasi
indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.
Pembersihan
dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.
Antimikroba
topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi
pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur
pertumbuhan baketri.
Temuan-temuan
ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab
sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis
tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk
pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah
lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan
tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi.
Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan
pasien pada kebosanan.
Melindungi terhadap tetanus.
Ahli diet adalah spesialis nutrisi
yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan
diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
|
Nyeri
berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
|
Pasien dapat
mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria
evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan
postur tubuh rileks.
|
Berikan
anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum
prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila
luka bakar luas.
Pertahankan
pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra
untuk memberikan kehangatan.
Berikan
ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.
Bantu dengan
pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan
sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan
sendiri.
|
Analgesik
narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi
obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh
perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.
Panas dan air
hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan
eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
Menururnkan
neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur
terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
Menghilangkan
tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar
selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
|
Resiko tinggi
kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer
berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh
luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
|
Pasien
menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.
Kriteria
evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat
diraba.
|
Untuk luka
bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status
neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.
Pertahankan
ekstermitas bengkak ditinggikan.
Beritahu
dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk,
atau penurunan sensasi. Siapkan
untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
|
Mengidentifikasi
indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
Meningkatkan
aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.
Temuan-temuan
ini menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan
jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi
(mengikis pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki
sirkulasi adekuat.
|
Kerusakan
integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan
kulit.
|
Memumjukkan
regenerasi jaringan
Kriteria
hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
|
Kaji/catat
ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka.
Lakukan
perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
Pertahankan
penutupan luka sesuai indikasi.
Tinggikan
area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan
imobilisasi area bila diindikasikan.
Pertahankan
balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.
Cuci sisi
dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam
sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan
program kolaborasi :
- Siapkan /
bantu prosedur bedah/balutan biologis.
|
Memberikan
informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk
tentang sirkulasi pada aera graft.
Menyiapkan
jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.
Kain nilon/membran
silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka
sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
Menurunkan
pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah
graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
Area mungkin
ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.
Kulit graft
baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk
mempertahankan kelenturan.
Graft kulit
diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara
pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar