Asuhan Keperawatan HERPES SIMPLEKS


                                 ASUHAN KEPERAWATAN HERPES SIMPLEKS

A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
a.      Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi atau lepuh pada serviks, vagina, dan genitalia eksterna.( Smeltzer, Suzanne C; 2001). Herpes simpleks adalah suatu penyakit virus menular dengan afinitas pada kulit,selaput lender, dan sistem saraf. (Price ; 2006)
Jadi, dapat disimpulkan herpes simpleks adalah infeksi akut virus HSVtipe I atau tipe II, yang ditandai dengan adanya vesikel dan eritema, juga menyebabkan lesi, lepuh sekitar vagina.
b.      Etiologi
Herpes genetalia merupakan infeksi yang menyebabkan lepuh pada sevis, vagina, dan genetalia eksterna. Infeksi ini ditularkan melalui hubungan seksual tetapi juga dapat ditularkan melalui aseksual. Dari herpes yang diketahui ada enam diantaranya yang menyerang manusia yaitu, herpersimplek tipe 1 yanng biasanya menyebabkan luka dingin pada bibir, herpes simplek tipe 2 atau herpes genetalia, varizola zoster, virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, Virus B-limfotrofik. HVS-2 tampak sebagai penyebab sekitar 80% dari lesi perineal dan genitalia, HVS-1 dapat menyebabkan 20%. Pada wanita hamildengan herpes aktif, bayi yang di lahirkan pervaginam dapat terinfeksi oleh virus. Risiko mendapatkan infeksi genetalia adalah keaktifan seksual yang bertambah, , bertambahnya jumlah pasangan seksual, status imun penderita. Faktor pencetus  yaitu , koitus, stress emosi, dan obat – obatan.
c.       Epidemiologi
Data- data di beberapa RS di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi herpes genital rendah sekali pada tahun 1992 di RSUP dr.Moewardi yaitu hanya 10 kasus dari 9983 penderita IMS. Namun, prevalensi di RSUD Dr.Soetomo agak tinggi yaitu sebesar 64 dari 653 kasus IMS dan lebih tinggi lagi di RSUP Denpasar yaitu 22 kasus dari 126 kasus IMS (Hakim, 2009).
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik wanita atau pria dengan frekuensi yang sama. Infeksi primer herpes simplek type 1 biasanya dimulai pada masa anak-anak, sedangkan infeksiherpes simplek type 2 biasanya terjadi pada decade II atau III.
d.      Manifestasi klinis
Masa inkubasi umunya berkisar antara 3-7 hari, tapi dapat lebih lama.
Infeksi primer
Berlangsung kira- kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise, anoreksia, dan ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Tempat predileksi virus HSV tipe I di daerah pinggang ke atas terutama daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak – anak. Tempat predileksi virus HSV tipe II didaerah pinggang kebawah, terutama daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonates. Cara hubungan seksual urogenital, dapat menyebabkan herpes pada daerah genital yang disebabkan oleh HSV tipe I atau di daerah mulut dan rongga mulut yang disebabkan oleh HSV tipe II. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seroporulen, dapat menjadi krusta dan kadang – kadang mengalami ulserasi dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tiidak terdpat indurasi. Kadang – kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga member gambaran yang tiddak jelas.
Fase laten: Tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. Penularan dapat terjadi pada fase ini, akibat pelepasan virus terus berlangsung meskipun dalam jumlah sedikit.
Infeksi rekurens: Reaktivasi HSV pada ganglion dorsalis mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Dapat dipicu oleh trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dsb), trauma psikis (gangguan emosional), obat – obatan (kortikosteroid. Imunosupresif), menstruasi, dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang. Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung kira – kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal local sebelum timbul vesikel, berupa gatal, panas, dan nyeri. Dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat yang berlainan/sekitarnya (non loco).
e.       Patofisiologi
HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes tidak dapat di luar lingkungan yang lembab. HSV memiliki kemampuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membrane sel. Untuk  dapat masuk ke dalam sel, tidak diperlukan proses endositosis virus. HSV-1 dan HSV-2 menyebabkan infeksi kronik yang ditandai oleh masa-masa infeksi aktif dan latensi. Pada infeksi aktif primer virus menginvasi sel penjamu dan cepat  berkembang biak, menghancurkan sel penjamu dan melepaskan banyak virion untuk menginfeksi sel-sel di sekitarnya. Pada infeksi primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati. Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal, timbul masa laten. Selama masa ini, virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi di sepanjang akson untuk bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksitas atau gejala pada penjamunya.
f.       Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibody VHS. Pada percobaan tzanck dengan pewarnaan geimsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dandaya tahan tubuh klien. Pada kondisi awal/saat proses peradangan, dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri, edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder. Perhatikan mukosa mulut, hidung, dan penglihatan klien. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limferegional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis, terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah. Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan usia perkembangannya, bisa menggunakan skala wajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.
g.      Penatalaksanaan
Tidak ada penyembuhan untuk infeksi HSV-2, tetapi pengobatan ditujukan untuk menghilangkan gejala. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah penyebaran infeksi, membuat pasien nyaman, menurunkan risiko kesehatan potensial dan melakukan program konseling dan pendidikan. Asiklovir (Zovirax), suatu preparat antivirus yang dapat mengganggu perjalanan infeksi, tersedia untuk penggunaan topical, oral, dan intravena. Secara umum, asiklovirmengurangi durasi infeksi dan efektif dalam mengobati dan sering mencegah kekambuhan. (Smeltzer ; 2001)
Pengobatan untuk infeksi HSV-2, dapat dilakukan dengan medikamentosa dan non medikamentosa.
Medikamentosa
·         Belum ada terapi radikal
·         Pada episode pertama, berikan :
ü  Asiklovir 200 mg per oral 5 kali sehari selama 7 hari
ü  Asiklovir 5 mg/kg BB, intravena tiap 8 jam selama 7 hari (bila gejala sistemik berat)
ü  Preparat isoprinosin sebagai imunomodulator
ü  Asiklovir parenteral atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) untuk penyakityang lebih berat atau jika timbul komplikasi pada alat dalam.
·         Pada episode rekurensi, umumnya tidak perlu diobati karena bisa membaik, namun bila perlu dapat diobati dengan krim asiklovir. Bila pasien dengan gejala berat dan lama, diberikan asiklovir 200 mg per oral 5 kali sehari, selama 5 hari. Jika timbul ulserasi dapat dilakukan kompres.
Nonmedikamentosa
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut :
·         Bahaya PMS dan komplikasinya
·         Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
·         Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya.
·         Hindari hubungan seksual sebelum sembuh, dan memakai kondom jika tak dapat menghindarkan lagi.
·         Cara-cara menghindari infeksi PMS di masa datang
h.      Komplikasi
Virus herpes simplek mengakibatkatkan beragam penyakit mulai dari gingivostomatitis (peradangan pada gusi dan mukosa mulut) sampai keratokonjuctivitis (peradangan pada kornea dan konjungtiva), penyakit genital, dan infeksi pada bayi baru lahir, abortus, eritema nodusa. Herpes simplek menjadi penginfeksi yang laten pada sel saraf, dan umumnya terjadi rekurensi (kekambuhan).
Menurut keperawatan medical bedah komplikasi jarang terjadi, komplikasinya terjadi karena penyebaran ekstragenital, seperti pada bokong, paha atas atau bahkan pada ata karena menyentuh lesi. Masalah potensial lainnya adalah meningitis aseptic dan stress emosionnal yang berat yang berhubungan dengan diagnosis.
i.        Prognosis
Selama pencegahan rekurens masih merupakan problem , hal tersebut secara psikologik akan memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan tepat memberi prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurens lebih jarang.  Pada orang dengan gangguan imunitas , misalnya pada penyakit-penyakit dengan tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang lama atau fisik yang sangat lemah, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan dapat  fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. (Adhi Djuanda, 2007:  383.)


B.     ASUHAN KEPERAWATAN
a.       PENGKAJIAN
Adapun yang harus dikaji antara lain:
1.      Aktivitas/Istirahat
Tanda : Kurang tidur/gangguan tidur; gangguan hubungan seksual, emosional dan menstruasi pada wanita; sering berganti-ganti pasangan; hubungan seksual yang tidak aman; malaise
2.      Sirkulasi
Tanda : Kulit hangat, demam; peningkatan TD/nadi akibat demam,nyeri,ansietas; kemerahan di sekitar vulva; sakit kepala; pembengkakan nodus limfe pada paha
3.      Eliminasi
Tanda : rabas purulent pada wanita; disuria (nyeri saat berkemih); rasa terbakar/melepuh
4.      Makanan/Cairan
Tanda : anoreksia, penurunan BB akibat ansietas
5.      Nyeri/Kenyamanan
Tanda : nyeri pada area vulva/genitalia; nyeri pada otot (mialgia); radang papula dan vesikel yang berkelompok di permukaan genital; gatal
6.      Keamanan
Tanda : demam; kemerahan dan membengkak (edematosa); penyakit imunokompromise (HIV/Leukemia); lesi yang sulit sembuh dan berkerak
7.      Penyuluhan Pembelajaran
Tanda : Riwayat penyakit menular seksual; Higiene yang tidak adekuat khususnya daerah genital; riwayat penyakit imunokompromise; gaya hidup hubungan seksual yang tidak aman

b.       DIAGNOSA
       Berikut adalah beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan herpes simpleks :
1.      Nyeri akut berhubungan dengan perubahan agen cedera biologis (herpes simpleks)
2.      Gangguan rasa nyaman (gatal akibat pelepasan mediator kimia) ditandai dengan  klien mengeluh gatal, klien mengeluh tidak nyaman, klien mengatakan tidurnya terganggu akibat rasa gatalnya.
3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis ditandai dengan adanya ulkus superfisial di area genital.
4.      Defisiensi pengetahuan mengenai proses penyakit, pengobatan, dan pencegahan kekambuhan infeksi Herpes Simpleks Genitalia berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi ditandai dengan pengungkapan masalah mengenai ketidaktahuan tentang penyakit, ketidakakuratan mengikuti perintah pengobatan dan pencegahan (sering terjadi rekurensi infeksi)
5.      Hipertermia berhubungan dengan penyakit (infeksi herpes simpleks genitalis) ditandai dengan suhu tubuh > 37,50C, kulit kemerahan, kulit teraba hangat
6.      Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penyebab multiple (iritasi ulkus vaginalis oleh urine) ditandai dengan disuria, berkemih sedikit
7.      Gangguan body image berhubungan dengan penyakit (krusta akibat lesi herpes simpleks) ditandai dengan pandangan negatif tentang tubuh, perubahan actual pada struktur
8.      Risiko infeksi (sekunder) berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh)
9.      Deprivasi tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik (gatal dan nyeri pada lesi herpes simpleks) ditandai dengan mengantuk disiang hari, malaise, lesu, iritabilitas
10.  Risiko gangguan hubungan ibu/janin berhubungan dengan penyulit kehamilan (infeksi herpes simpleks pada ibu)
11.  Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan gelisah, khawatir
12.  Ketidakefektifan pola seksual berhubungan dengan pengetahuan tentang alternative respon terhadap transisi terkait kesehatan, penyakit herpes simpleks ditandai dengan laporan kesulitan dalam aktivitas seksual, laporan perubahan terhadap perubahan seksual.
13.  PK: Perdarahan
14.  PK: Pruritus

d. RENCANA INTERVENSI
1.     Nyeri akut berhubungan dengan perubahan agen cedera biologis (herpes simpleks)
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tingkat nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil :
NOC LABEL 1: Comfort Status: Physical
NOC LABEL 2: Pain Control
Intervensi:
NIC LABEL 1: Pain management
NIC LABEL 2: Analgesic Administration
2.      Gangguan rasa nyaman (gatal akibat pelepasan mediator kimia)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan tidak terjadi gangguan rasa nyaman, dengan kriteria hasil:
NOC Label 1: Comfort Status: Physical
NOC Label 2: Discomfort Level
Intervensi:
NIC Label 1: Pruritus management
NIC Label 2: Medication Administration: Skin
NIC Label 3: Bathing
NIC Label 4: Environmental Management: Comfort
3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ….x 24 jam diharapkan kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:
NOC Label 1: Tissue Integrity: Skin and Mucous Membranes
NOC Label 2: Wound Healing: Primary Intention
Intervensi:
NIC Label 1: Pressure Management: Minimizing Pressure to Body Part
NIC Label 2: Skin Surveillance

4.     Defisiensi pengetahuan mengenai proses penyakit, pengobatan, dan pencegahan kekambuhan infeksi Herpes Simpleks Genitalia berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ...x...jam diharapkan pengetahuan klian meningkat dengan kriteria hasil;
NOC Label 1: Knowledge: Disease Process
NOC Label 2: Knowledge: Health Promotion
Intervensi:
NIC Label 1: Disease Process
NIC Label 2: Behavioral Modification
NIC Label 3: Teaching: Safety Sex
NIC Label 4: Teaching: Prescribed Medication



C.    PENDIDIKAN KESEHATAN
Masalah herpes genital mencakup baik masalah fisik maupun psikologis. Biasanya pasien mengalami stress yang sangat berat ketika mengetahui diagnosis, dan hal ini akan memperburuk masalah. Karenanya, ketika memberi penyuluhan pada pasien, perawat harus menjelaskan penyebab kondisi dan cara serta bagaimana kemajuan penyakit tersebut.
Beberapa pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada Ny. H adalah sebagai berikut :
·         Untuk mencegah penularan, pasien harus menghindari hubungan seksual sampai lesi menghilang. Perawat dapat memberikan penenangan bahwa tidak lama lagi pasien akan mampu untuk berfungsi secara normal baik secara seksual maupun social.
·         Kontrol terhadap kondisi tidak harus merubah total gaya hidup. Hubungan seksual dihindari selama masa pengobatan, tetapi berpegangan tangan dan berciuman diperbolehkan.
·         Wanita diyakini bahwa mereka dapat mempunyai anak. Ahli kebidanan mereka harus mengetahui bahwa pasien mempunyai kondisi ini sehingga mereka dapat dipantau dengan cermat.
·         Praktik hygiene yang sangat ketat (mencuci tangan, pembersihan perineal) harus dijalankan. Pasien harus mengenakan pakaian yang longgar, nyaman, dan melakukan istirahat dan relaksasi yang adekuat.
·         Lesi harus dicuci dengan perlahan menggunakan sabun ringan dan air mengalir, dan dikeringkan dengan hati-hati.
·         Pemajanan terhadap sinar matahari yang berkepanjangan harus dihindari karena hal tersebut dapat menyebabkan kekambuhan (dan kanker kulit).
·         Salep oklusif, sabun dengan parfum yang kuat, atau busa sabun mandi harus dihindari.
·         Medikasi harus diminum sesuai yang disarankan. Perjanjian tindak lanjut dengan tenaga keperawatan kesehatan harus ditepati, dan kekambuhan yang tidak separah infeksi awal harus dilaporkan.
·         Pasien didorong untuk ikut dalam kelompok untuk berbagi penyelesaian masalah dan pengalaman serta mendengar tentang pengobatan terbaru.
·         Biasanya kewaspadaan tidak diperlukan pada keadaan tidak adanya lesi aktif.
·         Lesi yang letaknya jauh dari mulut atau perineum dapat ditutup dengan pembalut dan penutup impermeable selama hubungan seksual. Namun lesi demikian jarang terjadi.
·         Bagi pasien tanpa riwayat herpes genital, harus menggunakan kondom.
(Smeltzer & Bare. 2002 : hal 1545)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar